Masukan kata pencarian | Misal Sepatu Mahawiswa, Baju Kuliah, Celana Kerja, Kemeja Kerja

Yuk jalan-jalan dengan voucher hotel dan tiket pesawat murah! Tiket hiburan juga ada.

Kapal Pinisi

Kapal pinisi, kapal penjelajah dunia yang melegenda

Kapal pinisi adalah sebuah kapal kebanggan masyarakat Sulawesi selatan. Tak hanya itu, kapal pinisi juga merupakan kapal keanggan negeri Indonesia. Ketenaran dan ketangguhan kapal ini sudah terdengar di seluruh dunia. Sudah ada sejak sekitar abad ke 14, kapal pinisi sudah berlayar dan menjelajah samudera di seluruh dunia.
Kapal pinisi adalah kapal yang sangat istimewa, mengapa.??
Karena kapal pinisi di buat oleh tangan-tangan ahli tanpa menggunakan bantuan peralatan modern. Seluruh bagian kapalnya terbuat dari kayu dan dirangkai sedemikian rupa dan hebat nya lagi kapal pinisi di rangkai tanpa menggunakan paku sama sekali, bayangkan saja kapal sebesar itu di buat tanpa menggunakan paku sama sekali, hebat sekali bukan. Nah jika kalian bertanya -tanya  bagaimana bisa kapal pinisi ini di buat tanpa menggunakan paku sama sekali, itu akan kita bahas bersma di bawah nanti.
Meskipun demikian, kapal pinisi telah membuktikan keistiewaan nya dengan menaklukkan samudera-samudera  dan menjelajah Negara-negara di dunia. Walaupun terbuat dari kayu, kapal ini mampu bertahan dari terjangan ombak dan badai di lautan lepas, wow hebat bukan, lebih hebat nya lagi ternyata kapal pinisi adalah satu-satunya kapal kayu besar dari sajarah lampau yang masih diproduksi sampai sekarang.

Negeri para pembuat perahu

Di atas tadi telah di ceritakan tentang kehebatan kapal pinisi, tetapi kapal pinisi ini di buat dimana sih.? Di daerah mana sih.? Nah itu semua kita akan jawab sekarang.
Seperti yang saya sebutkan di awal tadi, kapal pinisi adalah kapal kebanggan masayarakat Sulawesi selatan, jadi kapal pinisi di buat di Sulawesi selatan lebih tepat nya di kecamatan Bonto Bahari, kabuaten Bulukumba, terletak di ujung selatan pulau Sulawesi. Masyarakat setempat membangun sebuah tradisi bahari selama beratus tahun. Karena kepiawaian masayarakatnya di bidang bahari, maka Bonto Bahari Bulukumba di juluki sebagai “Butta Panrita Lopi” yang berarti Negeri Para Pembuat Perahu.

Mitos tentang kapal pinisi

Dalam mitologi masyarakat tanah beru, nenek moyang mereka menciptakan sebuah perahu yang lebih besar untuk mengarungi lautan, membawa barang-barang dagangan dan menangkao ikan. Saat perahu pertama dibuat, dilayarkanlah perahu di tengah laut. Tapi sebuah musibah terjadi di tengah jalan. Ombak dan badai menghantam perahu dan menghancurkannya. Bagian badan perahu terdampar di Dusun ara, layarnya mendarat di Tanjung Bira dan isinya mendarat di Tanah lemo.
Peristiwa itu seolah mejadi pesan simbiolis bagi masyarakat Desa Ara. Maerka harus mengalahkan lautan dengan kerjasama. Sejak kejadian itu, orang Ara hanya menghususkan diri sebagai pembuat perahu. Orang Bira yang memperoleh sisa layar perahu menghususkan diri belajar perbintangan dan tanda-tanda alam. Sedangkan orang Lemo-lemo adalah pengusaha yang memodali dan menggunakan perahu tersebut. Tradisi pembagian tugas yang telah berlangsung selama bertahun-tahun itu akhirnya berujung pada pembuatan sebuah perahu kayu tradisional yang disebut pinisi.
Tetapi dari beberapa sumber telah di temukan beberapa mitos yang berbeda dgn mitos di atas, berikut mitos tersebut.
Pinisi mulai muncul sekitar abad 14 hingga 16 Masehi. Pembuat pertama perahu layar tersebut adalah putra kerajaan Luwu yang dikenal dengan nama Sawerigading. Ia meruoakan salah satu tokoh legendaris dalam buku Lontara I Babad La Galigo yang perjalanan hidupnya ditampikan dalam pementasan di berbagai daerah hingga luar negeri.
Dalam buku tersebut, sawerigading diceritakan baru pulang dari pengembaraan saat berjumpa dengan audara kembarnya, Watenri Abeng. Ia kemudian jatuh cinta pada Watenri hingga membuat ayahnya yang merupakan raja Luwu marah besar.
Karenaitu, Sawerigading meninggalkan kampong halamannya demi mencari sesorang yang berwajah mirip Watenri. Seusai saran saudara kembarnya, Sawerigading berencana berangkat ke Tiongkok dan menemukan sesosok perempuan We Cudai yang dikabarkan mirip dengan Watenri.
Sebelum berangkat, Sawerigading kebingungan mendapatkan cara mengarungi lautan lepas yang dikenal ganas. Orang-orang tedekatnya menyarankan Sawerigading membuat perahu yang tangguh dan kuat.
Ia pun mencari cara membuat sebuah perahu yang kuat. Seseorang memberinya masukan agar sawerigading menggunakan kayu pohon welenreng atau pohon dewata yang ketika itu hanya bias didapatkan dari daerah Mangkutu.
Sawerigading pun mencari pohon tersebut. Saat hendak ditebang, tak ada seorang yang mau membantunya karena pohon tersebut dikeramatkan warga. Namun, ia tak berputus asa.
Ia menemui neneknya,La Toge Langi, yang dikenal mayarakat Luwu sebagai batara guru. Menurut La Toge, pohon keramat itu bias ditebang setelah roh penunggunya di pindahkan ke ohon yang lain dengan cara menggelar  ritual upacara.
Setelah upacara ritual digelar yang dipimpin langsung ole La Toge, pohon walenring akhirnya bias ditebang dan dibawa ke perkampungan untuk segera dibuat menjadi  perahu. Dibantu kekuatan sang nenek, Sawerigading berhasil membuat perahu di dalam perut bumi. Wow, didalam perut bumi guys.
Perahu itu kemudian digunakan Sawerigading untuk ke negeri Tiongkok mencari We Cudai. Sebelium mengarungi lautan, Sawerigading berjanji tak akan lagi kenbali ke tanah Luwu jika keak menemukanWe Cudai.


Sawerigading akhirnya berhasil tiba di Tiongkok dan bertemu dengan We Cudai. Ia selanjutnya mempersuntingnya menjadi istri. Setelah lama menetap, Sawerigading tiba-tiba ingin pulang ke Luwu.


Ia pun meminta ijzn kepada We Cudai dan berlayar kembali ke Luwu. Di tengah perjalanan menuju ke Luwu, perahu yang dikendarai Sawerigading dihantam ombak besar dan menyebabkan perahu tersebut hancur terbagi beberapa keping.

Sebagian badan perahu terdampar di antai Ara, tali temali dan layar perahu terdampar di daerah Tanjung Bira, dan lunas perahu dikabarkan terdampar di daerah Lemo-Lemo. Masyarakat dari ketiga daerah yang semuanya dalam wilayah Kabupaten Bulukumba, Sulsel, tersebut mencoba menyusun kepingan perahu yang didapatkan hingga kembali utuh menjadi sebuah perahu.


Dari kisah itu, warga percaya nenek moyang ketiga tempat itulah yang membuat atau merekonstruksi perahu milik Sawerigading yang kini dikenal dan dikagumi dengan sebutan pinisi. Sejak itu, keturunan di tiga tempat di Kabupaten Bulukumba tersebut mewarisi keahlian membuat perahu yang melegenda itu. Seperti yg telah di ceritakan di atas tadi.





proses pembuatan perahu pinisi



Proses pembuatan pinisi,  dilakukan di sebuah galangan kapal sederhana yang disebut sebagai bantilang. Pembuatan pinisi tak boleh orang sembarangan melainkan hanya melibatkan tukang ahli yang disebut punggawa. Para punggawa dibantu para tukang lainnya yang disebut sawi.


"Secara keseluruhan melibatkan puluhan orang. Semuanya tukang ahli yang didapatkan dari warisan leluhur

Pembuatan sebuah pinisi, bisa memakan waktu hingga tahunan. Itu tergantung dari besarnya perahu yang akan dibuat. Tak hanya proses pembuatan yang memakan waktu, tetapi juga proses pencarian kayu.

Kayu yang digunakan berasal dari pohon Walenreng atau Dewata karena pohon tersebut memiliki daya tahan dan sangat serta mampu awet jika lama terkena air.

"Kayu ini dicari pada hari hari tertentu, yaitu hari kelima dan ketujuh, pada bulan dimulainya pembuatan perahu. Ini ada kaitannya dengan kepercayaan bahwa angka 5 dianggap sebagai angka yang baik karena mempunyai makna rezeki sudah ada di tangan, sedangkan angka 7 berarti selalu memperoleh rezeki,"

Ritual Pembuatan Pinisi



Sama dengan sejarah awalnya, dalam menebang pohon walenreng juga dilakukan ritual upacara persembahan di mana seekor ayam disembelih dan dijadikan tumbal dalam ritual adat itu. Tujuannya agar roh halus yang menghuni pohon tersebut berpindah dan ke depannya kayu yang digunakan tidak membawa dampak sesuatu yang tidak diinginkan.


Tak hanya dalam pencarian hingga penebangan pohon yang dijadikan bahan baku pinisi, ritual kembali diadakan  namun sebelum kayu dipotong-potong sesuai dengan keinginan dan dilakukan peletakan balok lunas.

Balok lunas diletakkan di bawah kayu yang akan dijadikan bahan pembuatan pinisi dan salah satu ujungnya dihadapkan ke timur laut. Hal itu merupakan simbol laki-laki. Sedangkan ujung yang satu lagi yang arahnya berlawanan merupakan simbol perempuan.

"Kayu yang sudah dikeringkan kemudian akan dipotong sesuai keinginan. Namun tetap dilakukan hajatan doa yang tujuannya agar kayu tersebut dapat berfungsi dengan baik ketika telah menjadi perahu,

Selain itu, pemotongan kayu dilakukan tak boleh secara terputus putus melainkan harus sampai selesai hingga kayu terpotong. Hal itu untuk menjaga kekuatan kayu.

"Pemotongan kayu dimulai pada bagian ujung-ujungnya. Salah satu potongan ujungnya nanti akan dibuang ke laut sebagai penolak bala dan sekaligus sebagai simbol peran laki-laki (suami) yang mencari nafkah di laut. Sedangkan, ujung yang satunya disimpan di rumah sebagai simbol peran perempuan (istri) yang menunggu suami pulang

Tak sampai di situ, ritual lainnya kembali dilakukan setelah memasuki proses pemasangan papan pengapit lunas (soting). Pemasangannya disertai dengan upacara yang disebut kalebiseang dan disusul dengan pemasangan papan yang ukurannya berbeda-beda (dari bawah ke atas). 

"Papan yang kecil ada di bagian bawah, sedang papan yang besar ada di bagian atas. Dan sebelum pemasangan ada upacara lagi yang disebut anjerreki, yaitu upacara yang bertujuan untuk memperkuat lunas,

Setelah papan tersusun, proses pekerjaan selanjutnya adalah pemasangan buritan dan tempat kemudi bagian bawah.

"Badan perahu yang telah terbentuk tapi masih banyak sela di antara papan yang satu dengan lainnya, maka sela-sela tersebut ditutup dengan majun. Inilah yang disebut appanisi,"

Kemudian diberikan perekat agar sambungan antarpapan dapat merekat dengan kuat. Perekat itu terbuat dari sejenis kulit pohon yang bernama pohon barruk.

Selanjutnya proses berikutnya adalah "allepa" atau mendempul. Bahan untuk mendempul menggunakan campuran kapur dan minyak kelapa. Campuran tersebut diaduk oleh sedikitnya enam orang selama sekitar 12 jam. Banyaknya dempul yang diperlukan bergantung dari besar-kecilnya perahu yang dibuat.

"Badan perahu yang telah dilapisi dengan dempul itu dihaluskan dengan kulit buah pepaya,"

Penggunaan bahan-bahan seperti kulit pohon barruk dan kulit buah pepaya ada kaitannya dengan mitos awal mula penciptaan pinisi yang menggunakan kekuatan magis. Orang-orang di Tana Beru merasa mereka adalah bagian dari alam, sehingga ia tetap menjaga hubungan tersebut yang sifatnya sakral. Benar-benar masih sangan tradisional ya guys.



Nah berikut adalah bagia-bagian kapal pinisi :

  1. ·         Anjong, segitiga di depan sebagai penyeimbang.
  2. ·         Sombala, layar utama, berukuran besar mencapai 200 m.
  3. ·         Tanpasere, layar kecilberbentuk segitiga ada di setiap tiang utama.
  4. ·         Cocoro pantara, layar pembantu ada di depan.
  5. ·         Cocoro tangnga, layar prmbantu ada di tengah.
  6. ·         Tarengke, layar pembantu di belakang.
Hingga saat ini, Kabupaten Bulukumba masih dikenal sebagai produsen pinisi yang para perajinnya tetap mempertahankan tradisi dalam pembuatan perahu penakluk tujuh samudra itu, terutama perajin pinisi di Kecamatan Tana Beru. Selain itu perahu pinisi juga pernah menghiasi uang Indonesia guys, ya itu adalah uang Rp.100 keluaran tahun 1992.


Nah itu tadi adalah cerita dari saya seputar tentang kapal pinisi, tulisan serta cerita tersebut saya dapatkan dari beberapa sumber. Tunggu cerita selanjutnya dari saya ya guys yang tentunya akan lebih menarik lagi, thank you.

Posted in Labels: , |

0 comments:

Gudang Voucher dan Tiket

Cari Mode Terbaru Disini!

Akpar Denpasar ada disini: